Tuesday, June 18, 2019

Penghujung Ramadhan yang Penuh Penyesalan

Allaahu Akbar..............Allaahu Akbar.....................Allaahu Akbar
Laa ilaaha illallahu Allaahu Akbar........Allahu Akbar wa lillaahilhamd.

Perasaan sedih sekaligus haru begiu mendengar suar takbir berkumandang, pertanda puasa telah usai dan saatnya merayakan hari raya Idul Fitri 1440 H. 

Kenapa sedih? Bukankah seharusnya merasa gembira karena Idul Fitri telah tiba?
Ya... kesedihan ini mungkin karena saya belum bisa memaksimalkan ibadah di bulan ramadhan yang merupakan bulan "limited edition" itu. Membayangkan betapa banyak berkah dan ampunan yg saya lewatkan begitu saja rasanya luar biasa menyesakkan. Seringkali begitulah manusia, utamanya saya pribadi. 

Melewati 30 hari di bulan ramadhan rasanya luar biasa cepatnya. Sampai-sampai tanpa sadar bulan penuh berkah ini telah berakhir. Dan saat itulah biasanya kita baru menyadari betapa kita telah banyak menyia-nyiakan keberkahan dari Allah yang diobral di bulan ramadhan, bulan dimana pahala dari amalan-amalan kita dilipatgandakan, bulan dimana amalan sunnah pahalanya seperti amalan wajib.

Yang susah itu sebenarnya bukan menahan lapar dan haus, akan tetapi menahan diri dari godaan nafsu duniawi yang luar biasa terutama menjelang Idul Fitri. Seringkali di awal ramadhan kita begitu bersemangat beribadah, seolah esok hidup kita akan berakhir. Namun semakin ke tengah kita sering terlena dengan berbagai macam urusan duniawi yang kalau dipikir-pikir sebenarnya hanya sedikit manfaatnya.  Apalagi bagi seorang perempuan seperti saya. 

Pada akhirnya saya hanya bisa berdoa semoga tahun depan kita semua masih diperekenankan oleh Allah SWT untuk merasakan berkah bulan ramadhan tentunya dengan amalan dan niat yang semakin baik. Alahumma Aamiin

Friday, December 7, 2018

TAHUN POLITIK PENUH INTRIK

Gak terasa sebentar lagi sudah mau pemilu ternyata. Ada yang ngebet ganti presiden, ada juga yang kekeuh lanjut 2 periode. Perang saudara pun dimulai. DEngan argumen masing-masing yang dianggap paling benar, banyak yang terjebak dalam perdebatan sengit tanpa ujung yang sebenarnya tujuan utamanya adalah memenangkan kelompoknya. 

Yang lebih menjengkelkan lagi media seakan memfasilitasi perang saudara ini dengan menyuguhkan berita-berita provokatif dan cenderung subjektif. Masyarakat awam yang tidak tahu apa-apa dibuat semakin pusing dengan pemberitaan di media yang setiap harinya isinya saling mengunggulkan kelompok masing-masing.

Isu-isu populer mulai dimanfaatkan untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya. Hoax bertebaran dimana-mana. Mana yang benar dan mana yang salah mulai susah dibedakan. Dan seperti itulah yang jadi konsumsi publik saat ini, berita -berita yang terkadang jauh berbeda dari fakta sebenarnya. Ada yang underrated, ada pula yg overrated. 

Bagi mereka yang sudah paham politik , mungkin sudah bisa menebak kemana arah dari semua ini. Yang sangat disayangkan adalah banyak orang yang bertingkah seolah-olah memahami kebenaran dan berkoar-koar bak pahlawan. Saling menjelekkan sudah menjadi pemandangan biasa baik di media cetak maupun media elektronik. Bahkan mereka yang tadinya saudara bisa menjadi seperti musuh bebuyutan bak Tom & Jerry. Saling serang, saling menjatuhkan. Tanpa mereka sadari bahwa sebenarnya merekan sedang menjelekkan saudaranya sendiri. Miris memang, tapi itulah yang terjadi saat ini.

Kami yang awam ini mungkin hanya bisa ternganga melihat para elite yang katanya luar biasa pintar itu beradu argumen dengan cara yang tidak elegan. 

Friday, September 28, 2018

Perjuangan Mengurus Surat pindah , KK, dan E-KTP part 2

Setelah diberitahu bahwa nomer antrian habis, lemas rasanya badan saya. Sudah mendaki gunung lewati lembah eh suruh coba lagi. Akhirnya saya pasrah dan memutuskn untuk pulang lagi dengan setumpuk rasa kekesalan. Mau lapor Bupati gak kenal sama orangnya, mau lapor polisi nanti malah sayanya yang dimarahi. Yasudah balik kucing saja. Mungkin Allah sedang menguji kesabaran saya.

Besok paginya, disaat matahari belum menampakkan eksistensinya, saya berangkat lagi menuju disdukcapil tetunya ditemani suami tercinta. Di perjalanan saya terus berdoa dalam hati supaya bisa dapat nomer antrian dan proses pengurusan dipermudah. Ternyata sampai disana sudah mulai penuh parkirannnya yang artinya sudah banyak yang antri. Padahal saat itu masih  sekitar jam .06.30. Ditambah angin yang berhembus kencang suasana penantian semakin terasa dramatis.

belum ada satupun petugas administrasi yang datang.Hanya terlihat petugas kebersihan yang sedang membersihkan ruang gedung pelayanan.
suasana antrian warga sebelum gedung pelayanan dibuka

Sekitar jam 07.30 gedung pelayanan dibuka dan warga pun langsung menyerbu. Dan ternyata nomer antrian dibagikan secara manual. Suami saya yang ikut antri berada di barisan belakang dan akhirnya dapat nomer 210. Untung saja ada mas mas baik hati yang memberikan nomer antriannya yg kebetulan tidak jadi dipakai. tak lama kemudian, nomer antrian saya dipanggil dan berkas pun saya serahkan ke petugas. Sesuai prosedur (walaupun sebetulnya tidak efisien) saya baru bisa ambil surat pindahnya 2 hari kemudian. 

Meskipun proses belum terhenti disini, setidaknya separuh proses telah terlewati. Alhamdulillah 'alaa kulli haal


Saturday, July 7, 2018

Pengalaman Mengurus Surat Pindah, Penuh Perjuangan

Ceritanya ini lagi dibikin pusing gara-gara SIM udah mau expired. Ngebayangin harus tes lagi dari awal.........uhh tidakkk. Si adek aja tes berkali-kali gak pernah lulus. Males bangetlah kalau mesti buat baru lagi. Yang bikin lebih ribet sebenarnya bukan perpanjang SIMnya tapi saya baru ingat kalau belum punya E-KTP. 
Whattt????????????????
Hari gini belum punya E-KTP. Jangan ditiru ya! Ceritanya dulu pas perekaman data E-KTP ada kesalahan data yang mengharuskan saya untuk mengurus perubahan data dan segala macemnya yang cukup ribet. Pas udah siap lahir batin buat ngurus, blangko E-KTP nya macet dan akhirnya saya dibuatkan KTP tradisional (istilah apa ini???). 
Akhirnya saya bertahan dengan KTP tradisonal itu, bahkan sampai buat ngurus berkas nikah. MIkirnya sih sekalian habis nikah aja ngurusnya , jadi sekalian ganti status. Eh gak taunya setelah nikah juga males-malesan mau ngurus. Sekali lagi ini jangan ditiru ya, ini berat biar saya saja☺☺.

Man yazro' yahsud, Barangsiapa menanam maka dia akan memanen. Dan karena yang saya tanam itu kemalasan akhirnya yang saya panen kesulitan. Mungkin ini namanya the power of kepepet. Karena udah kepepet baru mau ngurus.Sungguh saya ini bukan contoh warga negara yang baik.
Believe me, Don't Try This!!!!!

Karena saya ikut alamat suami, jadinya saya harus ngurus surat pindah antar kabupaten. FYI, saya dan suami masih ikut KK keluarga masing-masing dan beda kabupaten. Sebenarnya bisa aja sih saya nitip pengurusan ke salah satu perangkat desa, tapi kok rasanya kurang puas kalau gak diurus sendiri. Apalagi kan memang aturannya kita sendiri yang ngurus , bukan dititipkan.  Berhubung lagi libur ngajar juga, akhirnya saya bareng suami ngurus ke kantor desa. Bukan kantor kelurahan lho ya, karena saya tinggalnya di desa. Untungnya yang jadi sekdes masih saudara, jadi lebih enjoylah ngurusnya. Di kantor desa saya disurut mengisi beberapa data termasuk nama , NIK, dan tujuan pindah. Dan dibuatkanlah form surat pindah. Oh ya persayaratan yang saya bawa pas mau ngurus surat pindah ini adalah KTP asli, KK asli, pas foto( kalau di tempat saya 4 lembar ukuran 3x4).

Karena mau segera diurus, saya tungguin sampai selesai di kantor desa. Karena ada beberapa kesalahan pengetikan data, beberapa kali harus direvisi( udah kayak skripsi aja ya).
Setelah hampir 2 jam nunggu akhirnya surat pindah sudah tercetak dengan benar dan siap dibawa ke kantor kecamatan. Karena udah siang, saya putuskan untuk melanjutkan pengurusan keesokan harinya saja. 

Waktupun berlalu( koyo opo ae) dan sekitar jam 8 pagi saya berangkat ke kantor kecamatan diantar ojek pribadi.   Sampai sana petugasnya baru datang. Sekitar 10 menit kemudian berkas selesai distempel dan siap diantar ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan SIPIL( Disdukcapil) Magetan. 

Dengan semangat membara kami langsung meluncur ke kantor disdukcapil yang jaraknya lumayan jauh. Maklumlah, saya itu tinggalnya di wilayah perbatasan, jadinya ya lumayan jauh kalau ngurus surat-menyurat. Makanya orang-orang di desa saya itu mayoritas kalau mau ngurus dokumen kependudukan lebih memilih untuk nitip ke perangkat desa. Ya tentunya ada tambahan biaya transportasinya. 

Lanjut ya. Setelah kurang lebih 40 menit perjalanan, akhirnya kita sampai di kantor disdukcapil Magetan dan langsung menuju ke gedung pelayanan. Pas masuk langsung disambut oleh mbak-mbak yang bilang " Maaf mbak nomer antriannya sudah, besok saja ya datang lagi kesini".
Appaaaaaaa! Ah ini pasti mimpi. Bersambung ya ceritanya...................... 








Tuesday, April 25, 2017

Susahnya Mengajar Bahasa Jawa pada Anak Jawa

Terlahir sebagai orang Jawa asli, tidak lantas membuat saya memahami betul bagaimana cara berbahasa Jawa yang benar. Hal itu baru mulai saya sadari ketika mendapat amanah untuk mengajar bahasa Jawa di tingkat sekolah dasar. Maklum saja, seorang guru SD dituntut harus bisa mengajar semua mata pelajaran, tak terkecuali bahasa Jawa. 

Karena mendapat amanah ini, mau tidak mau akhirnya saya belajar lagi tentang seluk beluk bahasa Jawa yang ternyata tidak mudah ini. Walhasil, saya dibuat cukup pusing juga ternyata. Gara-gara ini juga saya menyadari bahwa selama ini tata bahasa yang saya gunakan dalam berbicara dengan bahasa Jawa masih banyak salahnya. 

Lebih pusing lagi ketika saya harus mulai mengajarkannya pada para siswa. Mereka yang katanya  anak Jawa asli itu nyatanya mengatakan bahwa bahasa Inggris yang notabene aadalah bahasa asing lebih mudah jika dibandingkan bahasa Jawa yang merupakan bahasa nenek moyang mereka sendiri. Sungguh sebuah ironi yang cukup menyedihkan.

masalah utama tentu saja adalah masalah cara membaca. Maklum saja, yang diajarkan ketika mereka masih di TK adalah cara membaca menurut bahasa Indonesia. Misalnya saja kata tulisan apa yang dalam bahasa jawa dibaca opo. Selain itu juga banyak kosakata bahasa Jawa yang tidak mereka mengerti. akibatnya ketika ulangan seringkali saya harus membacakan soalnya agar mereka biasa memahami.

Setelah saya selidiki, ternyata salah satu penyebab para siswa kesulitan belajar Bahasa Jawa adalah orang tua mereka sendiri. tanpa bermaksud menyalahkan, nyatanya mayoritas anak anak tersebut dibiasakan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Kebiasaan inilah yang akhirnya membuat anak-anak sangat asing dengan bahasa daerahnya sendiri.

Entah ini sebuah kemajuan atau kemunduran, nampaknya tidak lama lagi bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Jawa akan mulai terlupakan. oleh karena itu, saya rasa tidak ada salahnya jika para orang tua membiasakan berkomunikasi dengan anak menggunakan bahasa daerah. harapannya tentu saja agar bahasa daerah tetap bisa lestari dan tidak punah dari negeri ini. Selamat Hari Pendidikan ....................

Friday, April 3, 2015

Hasil Foto dengan Android One Mito Impact A10

Ini dia hasil jepretan kamera smartphone Mito Impact A10.








Raskin Tak Layak Dimakan, Salah Siapa?

Beberapa waktu yang lalu saya mengantar saudara ke balai desa untuk mengambil jatah beras raskin bantuan dari pemerintah. Di desa saya birokrasinya tidak ruwet sehingga proses pengambilannya lancar tanpa kendala.

Besoknya saudara saya itu menceritakan kalau beras yang didapat dari pemerintah tersebut tidak layak dikonsumsi. Saya kira sudah banyak juga yang memberitakan masalah ini. Padahal kan mereka juga tidak mendapatkannya secara gratis. Kalau gak salah waktu itu saudara saya harus menebus beras tersebut dengan harga 24 ribu.

Lalu siap yang harus disalahkan kalau sudah seperti ini? Yang pertama disalahkan pastilah presidennya. Padahal saya yakin Pak Presiden juga tidak menginginkan hal miris seperti ini terjadi. Ya begitulah negeri ini. Penuh dengan orang-orang tamak yang tega memakan jatah orang kurang mampu. Jangankan beras, aspal saja dimakan. Tapi saya suka gemes kalau mikirin masalah kayak begini.

Betapa teganya oknum-oknum yang ditugasi mengurusi pengadaan berasuntuk rakyat miskin ini. Kalau niatnya mebantu kenapa malah memberikan sesuatu yang bahkan tak layak dikonsumsi. Saudara saya bilang kalau beras itu harus digiling lagi supaya setidaknya bisa dimakan. Meski begitu dia sendiri merasa tidak tega memberi makan anaknya dengan beras tersebut.

Itulah sebabnya kenapa banyak penerima beras bantuan yang kemudian menjualnya ke pedagang. Lalu untuk apa pedagang membeli beras tak layak konsumsi itu? Kalau di desa biasanya beras tak layak seperti digunakan untuk "buwuh" alias menyumbang orang yang sedang hajatan.Harganya memang lebih murah dari beras yang normal. Makanya tak sedikit yang membeli beras tak layak ini.

Padahal kan tujuan pemerintah memberi beras itu supaya warga yang kurang mampu tidak perlu bingung lagi membeli beras. Saya tidak tau siapa pihak yang sebenarnya patut disalahkan  dalam hal ini. Namun betapa hinanya orang-orang yang tega memanfaatkan jatah warga kurang mampu untuk memperkaya diri sendiri.

Tujuan pemerintah sebenarnya bagus, tapi kalau oknum yang diberi amanah tidak bertanggung jawab pasti tujuan pemerintah tidak akan tercapai. Sungguh perlu kesadaran tinggi untuk mengubah mental tamak.