Sunday, October 26, 2014

Belajar dari Ibu Menteri Susi


Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti
Ada yg menarik saat pengumuman nama 34 menteri kabinet Jokowi-JK kemarin. Seorang wanita yg SMA nya tidak selesai diangkat jadi menteri Kelautan dan Perikanan. Gak salah milih tuh? Ternyata pilihan Jokowi -JK pada ibu Susi bukanlah sebuah pilihan ngawur tanpa alasan. Ibu Susi adalah salah satu perempuan Indonesia yang memiliki rekam jejak yang luar biasa meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi. Tengok saja di wikipedia deretan sepak terjang ibu ini. 

Bermula dari usaha jual ikan dan sekarang menjadi menteri kelautan & perikanan. Subhanalloh, ini bisa menjadi contoh nyata bagi masyarakat Indonesia bahwa ilmu itu bisa didapat dimana saja. Bahwa ijazah pendidikan tinggi bukanlah segala-galanya. Jabatan menteri bukan jabatan yang main-main sehingga Pak Jokowi - JK pasti sudah memiliki pertimbangan matang ketika menunjuk Ibu Susi sebagai menteri yang akan mengurusi masalah kelautan di Indonesia.Seperti kita ketahui sebagian besar wilayah Indonesia adalah perairan. Banyak masalah utamanya kesejahteraan hidup para nelayan yang masih terus menjadi PR bagi pemerintah. Tugas berat telah menanti untuk segera ditangani oleh Ibu susi.

Pola pikir ibu susi harusnya menjadi contoh bagi kita yang ingin maju dan mandiri. Negeri ini harus memiliki banyak pengusaha seperti beliau agar kita bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sebuah pola pikir yang tidak hanya ingin mensejahterakan diri sendiri namun juga mensejahterakan orang lain. Dan sekarang ini beliau rela mengabdikan diri bagi Indonesia demi memajukan kesejahteraan rakyatnya. Semoga beliau dapat menjalankan amanah dg baik dan selalu meberikan contoh yg baik bagi rakyat Indonesia. 

Selamat bekerja Bu!

Friday, October 24, 2014

Malam 1 Syuro

Selamat Tahun baru Hijriah .........
semoga kita bisa menjadi hamba Alloh yg bisa terus memperbaiki diri

Sore tadi aku ikut berdesak-desakan di bis dengan orang-orang yg sepertinya ingin menikmati libur 1 muharram. Kebetulan bis yg aku tumpangi adalah bis jurusan surabaya-ponorogo. Dari yang aku dengar, sepertinya banyak yg ingin menuju kota Ponorogo untuk merayakan tahun baru Islam. Entah merayakan dengan cara seperti apa. Setahuku festival reog kan sudah selesai.

Waktu di jalan di wilayah madiun terlihat banyak konvoi anggota perguruan silat. Pantas saja banyak polisi bersiaga di pinggir jalan. Biasanya mereka suka konvoi dengan melakukan aksi brutal sehingga menganggu keamanan warga sekitar. Belum lagi kalau bentrok dg perguruan silat yg gak sealiran. Serasa dunia milik mereka sendiri aja. Dengan mengendarai motor dan tanpa helm mereka menyusuri jalanan. Seolah tak peduli dengan orang-orang yang terganggu dengan sura bising motor mereka. 

Terus terang tindakan mereka itu jauh dari kesan positif menurutku. Bukankah lebih baik kalau kita melakukan doa bersama dan merenungi apa yg telah kita perbuat setahun kebelakang. Tapi ya mungkin itu sudah semacam tradisi bagi mereka. Polisi pun juga terkesan membiarkan saja konvoi-konvoi seperti ini. 

Kalau di ponorogo setauku tradisinya kalau malam 1 syuro itu "melekan". Warga beramai-ramai di depan rumah masing-masing dan tidur sampai pagi. Entah apa tujuannya, yang jelas kamu akan melihat banyak orang berkumpul di depan rumah mereka sampai pagi jika mengunjungi daearah Ponorogo di malam 1 Syuro. Kalau di tempatku sih gak ada tradisi seperti itu. Palingan cuma beberapa pemuda saja yang cangkruan di pinggir jalan.


 

Wednesday, October 22, 2014

Pendidikan vs uang

Kemaren siang aku pergi ke kantor cabang salah satu asuransi di daerah Basuki Rahmad, Surabaya. Kebetulan cuaca di sby memang panas sekali. Sebelum masuk ke kantor untuk mengurus beberapa keperluan, aku mampir dulu beli es di kaki lima dekat kantor asuransi itu. Sambil minum aku numpang duduk di dekat gerobak bapak penjual es. Kemudian kami ngobrol disitu. 

Si bapaknya cerita kalau beliau dari sebuah daerah di Jawa Tengah. Beliau merantau di surabaya sudah beberapa tahun dan mengontrak sebuah rumah. anaknya ada 4 kalau gak salah.Anaknya yang sulung sudah lulus SMA. Meskipun hanya berjualan es ternyata si bapak ini juga menginginkan anaknya untuk melanjutkan belajar di perguruan tinggi. Sayangnya si anak tidak mau kuliah. Katanya mau cari kerja saja. Padahal kalau aku dengar dari ceritanya, si Bapak punya keinginan besar agar anaknya bisa kuliah sehingga bisa mengangkat derajat keluarganya. Adiknya yang masih SMP juga memilih untuk putus sekolah dan lebih memilih bekerja di sebuah depo air isi ulang.

Mungkin masalah seperti ini banyak terjadi di kawasan perkotaan. Para pemuda yang setiap harinya disuguhi hingar bingar kehidupan glamor ala perkotaan merasa enggan untuk menuntut ilmu lebih tinggi karena merasa mencari uang lebih penting. Sebenarnya mereka bukannya tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka hanya merasa enggan saja karena tanpa kuliahpun mereka bisa dapat kerja. Terlebih lagi orangtua mereka yang kebanyakan sibuk berjualan juga tidak sempat memberi perhatian lebih utamanya untuk urusan pendidikan. Kalau sudah begini, bantuan dana pendidikan dari pemerintah yang sudah dianggarkan bisa jadi kurang efektif. Perlu adanya pengarahan pada masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan.